Minggu Malam

Akhir pekan kemarin saya harus tetap stay di Depok karena kuliah di hari sabtu tetap ada kelas. Bitter fact sekali, padahal hari jumat kemarin adalah hari libur nasional, ah sudahlah. Memang belakangan ini saya ingin sekali pulang lebih sering ke rumah. Selain karena pekerjaan di organisasi yang tidak seintens dulu dan sudah tidak ada teman main di kosan, ada lagi alasan lain yang membuat saya sendiri berpikir “Kok bisa karena itu doang“, oke skip.

Bicara soal teman kosan, saya senang sekali dengan tempat tinggal saya sekarang, dimana saya bisa akrab dengan tetangga-tetangga kosan. Sayang, mereka semua sudah lulus, jadi saya tidak memiliki teman ngobrol atau teman icip tempat makan baru. Kalau ditanya kenapa saya tidak pindah kosan saja, jawaban saya, saya punya banyak barang di kamar, ribet pindahan. Dulu sering terlintas untuk pindah kosan karena gedung kosan memang sudah agak tua dan ada satu dua serangga yang membuat saya kesal, tapi nyatanya saya sudah nyaman di sini. Mungkin karena saya suka berceletuk “Saya akan di sini sampe saya lulus” juga ya, haha. Tetangga baru saya pun rata-rata sudah punya circle obrolan sendiri di kosan, jadi ya sudahlah.

Oh ya, setiap hari minggu ada pasar jajanan di depan kosan saya, couldnt happy more. Lokasi sekitar kosan saya memang cukup strategis untuk berjualan di hari minggu karena banyak orang yang berolahraga ke wilayah kampus memarkir motor mereka di daerah kosan saya. Kalau pagi hari saya jajan ke depan, saya akan observasi para pelari-pelari itu, ada yang berlari dengan teman main, pasangan mau juga atau keluarga kecilnya, senang sekali melihatnya. Setidaknya mengurangi kerinduan saya untuk pulang ke rumah, there is a way for me to feel the same as that little family, yaitu menelpon atau chatting.

Kampus saya memang sepertinya jadi salah satu tujuan akhir pekan keluarga, haha. Siang hari kemarin saya pergi ke masjid kampus dan tada ada orang tua dengan tiga anak laki-laki belajar bersama di tepi danau. Si ibu belajar dengan 2 anak terakhir dan si ayah belajar dengan si kakak. Kebetulan siang itu memang langit depok sedang cerah sekali, angin berhembus dengan cantiknya menepis air di danau, ah vibe masjid kampus tidak ada duanya. Kebahagian saya bertambah karena ada baby orange dari Kak Ami, segar di mulut dan nutrisi untuk anak kosan seperti saya.

Sore hari menuju senja tiba-tiba saya bernyanyi saya kembali lagi ke kosan dengan kondisi perut kenyang karena Kak Ami juga membawa cemilan. Setelah masuk kamar saya mengerjakan pekerjaan kamar seperti biasa (baca: upik abu). Kemudian saya mencoba mengerjakan project kuliah lagi di tengah kesunyian kosan tetapi akhirnya saya memilih tidur terlebih dahulu. Akhir-akhir ini saya sering tidur, godaan terberat saya ketika tidak bisa menyelesaikan tugas memang tidur sih. Tetapi jiwa ini memang gelisah karena banyak tugas di penghujung semester, jadi tidur pun tidak nyaman. Kebetulan ada niat untuk terjaga juga, jadi tidur 2 jam tidak masalah.

Hari itu (re: kemarin) saya memilih tidak makan malam di sekitar waktu maghrib karena saya pikir “Makannya agak malaman saja agar tidak kelaparan saat begadang“. Saat jam menunjukkan jam 11, akhirnya saya mengintip keluar jendela lorong, melihat apa bapak penjual mi nastel (iya di depok ada menu mi nasi telur!) masih berjualan atau tidak. Jeng jeng, bapaknya tidak jualan, kebab juga tidak buka dan  warung sebrang kosan sudah tutup. “Saya butuh nasi” gumam dalam hati, tetapi di depan kosan hanya ada penjual martabak. Bahan mentah yang saya miliki hanya beras, tapi pada dasarnya saya ingin beli makanan siap makan, opsi memasak nasi sendiri saya hapus. “Ada aplikasi jasa beli makanan Rev!” gumam saya kembali, sayangnya aplikasi hits itu tidak ada di device saya, opsi ini pun saya coret.

Lingkungan kosan saya memang terkenal dengan kesunyian malamnya, di jam kritis seperti itu, penjual makanan sudah bisa dihitung dengan jari, tidak seperti daerah kosan sebelah. Ah tetapi saya harus mengonsumsi sesuatu yang berat untuk bertahan hidup. So, saya jalan keluar kosan, to be honest jalanan sepi sekali. Ada warung mi nastel yang buka tapi saya kepo kalau di jam semalam itu tempat makan apa saja yang masih buka, jadi saya berjalan lagi. Akhirnya saya membeli pecel ayam, walaupun nasi uduknya sudah habis, thats okay for now. Pelajarannya adalah saya harus stok makanan lagi, agar tidak kelaparan, haha.

Btw saya sebenarnya hal yang membuat saya mau buat tulisan ini adalah langit depok di malam ini, langit sekarang masih sama kok seperti langit kemarin, xixi. Hmm, tapi kok flashback-nya banyak ya.

Di perjalanan kembali ke kosan, saya berpapasan dengan tiga perempuan berbaju rapih turun dari mobil, sepertinya mereka habis menghadiri suatu acara. Duh saya remah-remah sekali, memakai kaos kepanitiaan dan kerudung bergo anak sekolahan yang ketinggalan zaman. Saya berjalan di belakang mereka dengan kantong kresek hitam berisi sumber kehidupan tadi, lalu saya menengadah ke atas melihat langit. Omo, langit depok bersih sekali, bintang berkelap-kelip dan cahaya bulan penuh mengisi kehampaan langit malam. Langitnya indah sekali! setelah makan saya pergi ke dapur untuk mengambil air dingin. Kalau saya ingin ke dapur, saya harus keluar bangunan dan tentunya saya melihat langit kembali, aaahhh saya ga menyesal jalan sedikit untuk mencari makan, definisi bahagia minggu malam.

Kebetulan, saya suka dengan cahaya di langit, kenapa saya dulu tidak ambil ekstrakulikuler astronomi seperti teman saya, Tika ya, hmmm. Setiap pergi keluar kota, saya harus melihat langit karena memang langit di luar kota bersih, jadi saya bisa lihat bintang atau bulan yang cantik. Misalnya, rumah orang tua atau nenek saya gitu, hehe. Tahu sendiri kan langit ibukota seperti apa :”) Kalau ditanya saya suka berlibur kemana, saya akan jawab, Puncak! Iya di puncak saya bisa lihat kelap-kelip lampu di wilayah yang lebih rendah  dan jaraknya jauh dari tempat saya berdiri, toh kegelapan bumi dan langit tidak ada batasnya kalau malam. Buat teman-teman yang saat ini membaca tulisan saya dan di depok, go check the sky. Sayang kamar saya terisolasi, coba saja dekat jendela, pasti sekarang saya engga menulis, haha.

Advertisement

A Jewel in The Palace

Jewel_in_the_Palace-p2
Dae Jang-Geum

A Jewel in The Palace adalah serial TV populer yang diproduksi pada tahun 2003. Serial ini ditayangkan hampir di 100 negara. Dengan pencapaian yang fantastis, serial ini turut membawa pengaruh “Korean Wave” yang muncul di awal tahun 2000-an. Serial saeguk (historical) berjumlah 54 episode dengan durasi per episode sebesar 60 menit ini menarik penonton dalam jumlah yang tinggi karena salah satu daya tariknya adalah kultur Korea yang disajikan. Di negara asalnya, rata-rata rating serial ini sebesar 46.3% dan rating paling tinggi mencapai 57.8%. A Jewel in The Palace sendiri berdasarkan kisah tabib perempuan pertama di zaman Dinasti Joseon bernama Jang-Geum. Sebutan lain untuk serial ini adalah Dae Jang-Geum karena gelar kehormatan “Dae” atau “The Great” yang diperoleh Jang-Geum dari Raja pada saat itu.

Read More »

Signal

4686_Signal_Nowplay_Small1

Signal adalah serial TV yang tayang di stasiun TVN (Korea Selatan) dengan penulis skenario Kim Eun-Hee dan sutradara Kim Won-Suk. Tayang pada tahun 2016 lalu, serial ini memiliki 16 episode, dengan setiap episode berdurasi sekitar 1 jam. Serial ini mendapatkan 9 penghargaan serial yang beragam, dimana salah satunya adalah kategori drama terbaik versi 52nd BaekSang Arts Award. Dibintangi oleh aktor muda berbakat  Lee Je-Hoon (Park Hae-Young), aktris senior Kim Hye-Soo (Cha Soo-Hyun)  dan aktor senior Cho Jin-Woong  (Lee Jae-Han) yang sudah berpengalaman. Serial ini ber-genre criminal, detective, thriller, mystery, drama hingga supernatural.

Read More »

Bukan Penghuni Baru

Hello World!

Buat teman-teman yang pernah belajar bahasa pemrograman pasti familiar sama frasa di atas. Yup, untuk memulai tulisan saya yang pertama ini, saya mau bercerita kenapa sih blog ini saya buat tahun 2014 silam tapi kiriman pertamanya baru ada di tahun 2017, such a long way ya, hehe.Read More »